GMKI Denpasar Minta KY Periksa Hakim yang Tangani Janda Dua Anak di Bali

    GMKI Denpasar Minta KY Periksa Hakim yang Tangani Janda Dua Anak di Bali

    JAKARTA - Ketua cabang GMKI Denpasar, Putra Umbu Sangera meminta Komisi Yudisial (KY) segera memeriksa Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Denpasar, Nyoman Wiguna terkait adanya penerbitan surat kuasa  khusus kepada Ketua PN Parigi Moutong Yakobus Manu. Kata Putra, penerbitan surat kuasa tersebut sarat dengan adanya dugaan main mata dalam kasus Olfi Hagono yang notabennya merupakan istri dari Ketua PN Parigi Moutong.

    "Saya meminta Komisi Yudisial untuk memanggil dan mengawasi kedua Kepala PN yaitu Yakobus Manu di Parigi Motonh dan Nyoman Wiguna Kepala PN Denpasar atas dugaan prilaku kode etik. Hal ini bertujuan agar jangan ada perilaku hakim yang menyimpang, " kata Ketua Cabang GMKI Denpasar, Putra Umbu Sangera lewat telepon selulernya, Senin (19/6/2023).

    Lebih lenjut, Putra menjelaskan bahwa bahwa PN Denpasar sangat ceroboh dalam mengeluarkan surat kuasa khusus kepada Kepala PN Parigi Moutong yaitu Yakobus Manu untuk mendampingi istrinya yang telah ditetapkan tersangka oleh Polda Bali. Padahal, kata Putra, PN Denpasar bisa menyarankan terlebih dulu ke Ketua PN Parigi Moutung untuk menggunakan pengacara yang mendampingi istrinya yang berperkara.
    "Ini yang menjadi perhatian publik, jadi mereka yang mengatur hukum tanpa memikirkan dampaknya. Bahkan mengabaikan suara Aktivis, Anggota DPR RI dari Komisi III, dan Pengamat Hukum yang menyorotinya karena adanya dugaan intervensi yang kuat di kasus janda dua anak ini, " tegas Putra.

    Selain itu, Putra juga sangat berduka ketika Kepala PN Denpasar mengabulkan praperadilan yang domohon oleh istri dari Ketua PN Parigi Moutong. Kata Putra, jika putusan itu dikabulkan oleh PN Denpasar, tentu masyarakat akan mengalami menurunnya rasa kepercayaan terhadap penanganan hukum salah satunya di Pengadilan.

    "Saya mendukung penuhun laporan yang dilakukan oleh seorang janda yang mempunyai dua orang anak di Kota Bali. Mereka telah merampas hak cipta merk dagang seorang janda tersebut. Putusan harus benar-benar mempertimbangkan kebenaran, sehingga hukum bukan lagi menjadi adegium tajam kebawah tumpul ke atas, " tutur Putra.

    Sebelumnya dari Anggota Komisi II DPR RI, Achmad Dimyati Natakusumah juga meminta ketua Pengadilan Negeri (PN) Parigi Moutong tak intervensi sidang perkara istrinya saat proses sidang di PN Denpasar Bali. Menurut Dimyati, masyarakat tak perlu khawatir karena proses sidang perkara istrinya bukan berada di PN Parigi Moutong.

    "Kalau sidang perkaranya beda pengadilan tak bisa diintervensi, kecuali perkaranya di pengadilan yang sama, mungkin bisa saja terjadi seperti yang dikhawatirkan masyarakat. Kepala PN Denpasar ketika keluarganya melakukan kesalahan, mereka tetap harus dihukum jangan dijererumuskan, " kata Anggota Komisi III DPR RI, Achmad Dimyati Natahkusuma.

    Dimyati berharap kepada Ketua PN Parigi Moutong dan Ketua PN Denpasar tak melakukan persekongkolan jahat. Kata Dimyati, seorang hakim memberikan penjelasan terhadap istrinya jika memang melakukan kejahatan. 

    "Hakim harus memberikan edukasi ke istrinya jika memang salah, ya bilang salah, " tutur Dimyati.

    Sebelumnya, Teni Hargono  Warga Kota Bali. Dia adalah seorang janda yang memiliki dua (2) anak membuat usaha mikro dan kecil menengah, , namun belakangan ternyata ada pihak lain yang menggunakan merek dagang Fettucheese. Kemudian, kasus merek dagang ini dibawa ke Polda Bali, menetapkan dua pengusaha sebagai tersangka. Salah satu di antaranya adalah istri pejabat publik yang bertugas di PN Parigi Moutong. (Hadi/Red)

    Suhendi

    Suhendi

    Artikel Sebelumnya

    Masyarakat Apresiasi Bakti Sosial Polri...

    Artikel Berikutnya

    10 Pelajar SMA 28 Jakarta akan mengikuti...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Polsek Kelapa Dua Ajak Tokoh Agama Jaga Kondusifitas Kamtibmas Menjelang Pilkada 2024
    Polres Tangerang Selatan Bagikan Makanan Bergizi di Panti Jompo Beth Shalom
    Lulus S3 1,5 Tahun: Siapa Bilang Pendidikan Harus Lambat?

    Ikuti Kami